November 16, 2024

Sumber (data) Foto : Kata Data p2ptm.kemkes.go.id

  • Berdasarkan angka stunting 3 tahun terakhir yang rerata turun sebesar 2,03% per tahun, maka capaian pada tahun 2024 sekitar 17,54%.
  • Ketahanan pangan Indonesia berada pada ranking 63 dari 113 negara pada edisi 2022 Global Food Safety Index.
  • Berdasarkan Indeks Kelaparan Global 2022, Indonesia menempati urutan ke-77 dari 121 negara dengan skor 17,9 atau memiliki tingkat kelaparan yang sedang (moderate).
  • Diversifikasi pangan di Indonesia masih berjalan di tempat atau tidak mengalami kemajuan di beberapa tahun terakhir.
  • Biaya diet sehat di Indonesia lebih mahal dibanding rerata biaya diet sehat di tingkat dunia dan Asia Pasifik.

Setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari anak-anak se-dunia. Bagaimana nasib anak-anak Indonesia? Sehatkah mereka? Beberapa tahun terakhir, berita anak Indonesia tidaklah menggembirakan, angka stunting (anak balita tumbuh kerdil) masih tinggi, yakni 31,8% di tahun 2020 (FAO, 2022), artinya terdapat 1 anak stunting dari 3 anak di Indonesia. Menyikapi hal tersebut, Presiden RI menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Pada pasal 5 telah ditetapkan pencapaian target nasional prevalensi stunting, dengan target antara harus tercapai sebesar 14% (empat belas persen) pada tahun 2024. Lebih lanjut ditegaskan, salah satu keluarannya jumlah desa/kelurahan bebas stunting pada tahun 2024 mencapai target 100%. Realistiskah pencapaian target tersebut?

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, tahun 2013 angka anak stunting Indonesia sebesar 37,2%, dan telah turun menjadi 21,6% pada tahun 2022 (hasil Survei Status Gizi Indonesia 2022). Dengan demikian laju penurunannya sebesar 1,73 per tahun. Oleh karena itu, angka stunting pada tahun 2024 diperkirakan 18,14%, atau jika berdasarkan angka stunting 3 tahun terakhir yang rerata turun sebesar 2,03% per tahun, maka capaian pada tahun 2024 dapat sekitar 17,54%.

Semangat pemerintah tersebut patutlah kita apresiasi dalam rangka menurunkan prevalensi stunting di Indonesia. Sayangnya apakah daya dukung pencapaian tersebut telah memadai? Beberapa indikator berikut penting kiranya menjadi perhatian pemerintah.
Indek Kelaparan Indonesia

Pada tahun 2022, telah dilaporkan bahwa indeks kelaparan Indonesia berada pada urutan 77 dari 121 negara yang dikaji dengan skor 17,9 (skala 0-100, 0 = tidak ada kelaparan) dan masuk kategori level moderate atau sedang. Itu berarti melorot dari ranking 73 di tahun 2021 (skor 18). Oleh karena itu jika penguatan ketahanan pangan dan gizi tidak dilaksanakan secara serius maka level Indonesia bisa tergelincir dan berada pada level kelaparan serius (skor indeks: 20-34.9). Negeri yang dikarunia tanah yang subur, gemah ripah lohjinawi harus menerima kenyataan berada di bawah negara Afrika: Pantai Gading (74), dan Gabon (76). Indeks kelaparan suatu negara tersebut diukur berdasarkan pada persentase dari 4 indikator, yaitu penduduk yang mengalami kekurangan kalori (undernourishment, bobot 2/6), anak balita (bawah lima tahun) kurus (wasting, bobot 1/6), balita kerdil (stunting, bobot 1/6), dan anak-anak yang meninggal (bobot 2/6).

Dari empat indikator tersebut, capaian dari dua indikator sangat memrihatinkan yaitu persentase balita kurus (10,2%) termasuk kategori tinggi dan stunting (30,8%) termasuk sangat tinggi, sementara dua indikator lainnya termasuk kategori rendah; kurang kalori (6,5%) dan mortalitas anak-anak (2,3%). Angka-angka tersebut tidak beranjak atau belum menunjukkan perbaikan dibanding beberapa tahun lalu. Selama angka-angka tersebut tinggi akan menunjukkan indeks kelaparaannya tinggi dan itu mengandung makna status gizi anak-anak Indonesia yang buruk, termasuk di dalamnya prevalensi anak stunting dan kurus yang tinggi.

Demikian pula, indeks kelaparan ini dapat digunakan untuk mendorong perbaikan gizi, bukan hanya semata pada anak-anak balita, tetapi juga penduduk pada umumnya harus tercukupi gizi dan kalorinya agar dapat hidup sehat, dan berkarya.

Indeks Ketahanan Pangan

Berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit di dalam Global Food Security Index (GFSI) 2022, negeri kita menempati peringkat 63 (skor 60,2, skala 0-100, 100 = sangat baik) dari 113 negara yang dikaji, yang berarti membaik dibanding tahun sebelumnya (2021, peringkat 69). Ketahanan pangan kita lebih baik daripada Thailand, Filipina, dan Myanmar, tetapi masih di bawah Singapura, Malaysia dan Vietnam.

Pengukuran indeks tersebut menggunakan 4 kriteria, yaitu keterjangkauan (affordability), ketersediaan (availability), kualitas dan keamanan panagn (quality and safety), dan keberlanjutan dan adaptasi. Catatan baik dari laporan tersebut, Indonesia memiliki kekuatan pada 3 aspek, yaitu infrastruktur pertanian, perubahan biaya pangan (rerata) dan volatilitas produksi pertanian. Meski begitu, perbaikan yang segera diatasi ialah komitmen politik terhadap adaptasi (kinerjanya tetap sangat jelek dalam 11 tahun terakhir), kecukupan pasokan pangan (2 tahun terakhir menurun), dan diversifikasi pangan (kinerjanya tetap sangat jelek dalam 11 tahun terakhir).

Diversifikasi Pangan Stagnan

Kebijakan penganekaragaman pangan sesungguhnya telah ditetapkan di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ditegaskan bahwa penganekaragaman pangan merupakan upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Untuk menindaklanjuti Undang-undang Pangan tersebut dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 15/Permentan/Ot.140/2/2013 tentang Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, dan diperkuat dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12/Kpts/Kn.210/K/02/2016 tentang Petunjuk Teknis Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Tahun 2016. Negeri ini tersusun dari pulau-pulau dengan cuaca dan tanah, serta lingkungan yang beragam, tentu memiliki keanekaragaman produk unggulan pangan lokal. Sudah 10 tahun program diversifikasi pangan telah dilaksanakan, namun mengapa belum juga membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Kiranya perlu evaluasi lebih mendalam dan sungguh-sungguh.

Biaya Diet Sehat yang Mahal

Berdasarkan laporan Food and Agriculture Organization (2022), Indonesia tergolong dengan biaya yang tinggi untuk memenuhi diet sehatnya, yaitu 4,47 dolar Amerika (sekitar Rp 63.700,00) per orang per hari pada tahun 2020, yang berarti jauh di atas rerata tingkat dunia (3,54 dolar USA dan tertinggi di Kawasan ASEAN (4.02 dolar USA). Biaya untuk memperoleh diet sehat tersebut dihitung sebagai biaya dari kumpulan enam kelompok makanan (minyak dan lemak, kacang-kacangan, makanan pokok sumber karbohidrat, buah-buahan, sayuran, dan pangan asal hewani) dengan biaya terendah yang akan memenuhi persyaratan sesuai dengan rekomendasi makanan sehat di masing-masing negara.

Tingginya biaya diet tersebut berdampak pada persentase penduduk yang tidak mampu menjangkau diet sehat mencapai 69,1% atau setara dengan 189,1 juta jumlah penduduk (tahun 2020). Angka yang sangat mengejutkan! Dengan lain perkataan hanya 31% warga Indonesia yang sanggup membeli diet sehat. Lebih lanjut, disampaikan oleh Prof. Sri Raharjo pada acara Puncak Peringatan Dies ke-73 Universitas Gadjah Mada, 19 Desember 2022, bahwa pada 2018, lebih dari 95% orang Indonesia kekurangan konsumsi sayuran dan buah. Rata-rata konsumsi daging, sayuran, dan buah di Indonesia jauh lebih rendah daripada negara-negara di dunia, dan rata-rata negara di ASEAN. Tingginya biaya diet sehat tersebut juga menambah beban dalam upaya perbaikan angka stunting Indonesia.

Mencermati kondisi indikator-indikator tersebut di atas, masih realistiskah pencapaian target penuruan stunting sampai 14% pada tahun 2024? Semua tergantung pada komitmen bersama: pemerintah, masyarakat, pengusaha, dan lembaga terkait. Pemerintah telah menyiapkan program aksi nyata untuk mengatasi stunting melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif, meski begitu perbaikan indeks kelaparan, indeks ketahanan pangan, diversifikasi pangan, dan biaya diet sehat haruslah dijadikan bagian integral dalam mengatasi stunting, terutama dalam memperkuat ketahanan pangan dan gizi. Ketahanan pangan kuat, masyarakat pun sehat!

Referensi Utama

About Author

administratorsmart

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *